BOGOR, Cuitan.id – Polisi akhirnya menetapkan Kepala Desa (Kades) Cikuda, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi terkait penerbitan dokumen jual beli tanah.
Kades tersebut diduga menerima uang sebesar Rp2,3 miliar dari transaksi pelepasan hak tanah kepada perusahaan swasta.
Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto, mengatakan gelar perkara telah di lakukan di Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Barat. Hasilnya, penyidik menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut.
“Sudah di laksanakan gelar perkara di Krimsus Polda Jabar dan ditemukan peristiwa pidana. Kasus ini kini naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan,” jelas Wikha, Rabu (27/8).
Kasus tersebut bermula dari dugaan praktik gratifikasi dalam penerbitan dokumen jual beli tanah di wilayah Desa Cikuda. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, penyidik menemukan adanya aliran dana miliaran rupiah yang diterima sang kades.
Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Anggi Eko, membenarkan bahwa Kades Cikuda kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian.
“Sudah ditangkap dan ditahan. Lengkapnya akan kami sampaikan dalam konferensi pers,” ujarnya, Sabtu (25/10/2025).
Dalam penyidikan, polisi mengungkap modus yang digunakan sang kades untuk mengumpulkan uang miliaran rupiah. Kades tersebut meminta uang dari setiap dokumen pelepasan hak tanah yang ia tandatangani.
“Kades Cikuda di duga meminta dan menerima uang dari penandatanganan dokumen pelepasan hak kepada pihak PT AKP dengan tarif Rp30 ribu per meter,” ungkap AKP Teguh Kumara dari Polres Bogor.
Dari praktik tersebut, tersangka di duga meraup keuntungan hingga Rp2,333,370,000. Polisi juga telah memeriksa tiga saksi dari PT AKP, sejumlah perangkat desa, serta dua warga penjual tanah.
Polisi masih mendalami aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Rencananya, Polres Bogor akan menggelar konferensi pers resmi untuk menjelaskan detail pasal yang di sangkakan dan perkembangan penyidikan berikutnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena memperlihatkan penyalahgunaan wewenang di tingkat desa yang merugikan masyarakat dan mencederai kepercayaan terhadap perangkat pemerintahan desa. (*)
Tidak ada komentar