Whoosh Jokowi: Investasi Sosial atau Proyek Mahal?

waktu baca 2 menit
Kamis, 30 Okt 2025 08:00 12 admincuitan

JAKARTA, Cuitan.id – Presiden ke-7 Joko Widodo membela proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) di tengah kritik publik soal utang dan biaya tinggi. Menurut Jokowi, proyek ini bukan beban negara, melainkan “investasi sosial” yang memberikan manfaat luas.

Namun, jika dilihat dari perspektif teori inovasi sosial dan investasi sosial, klaim ini patut dipertanyakan. Teori inovasi sosial menekankan partisipasi masyarakat dan keadilan sosial, bukan sekadar pembangunan infrastruktur besar. Proyek Whoosh, justru, minim partisipasi publik dan lebih menonjolkan simbol modernitas daripada pemerataan akses.

Sejak beroperasi Oktober 2023, jumlah penumpang Whoosh hingga Februari 2025 tercatat sekitar delapan juta, jauh di bawah target studi kelayakan.

Harga tiket Rp 150.000–Rp 600.000 membuat layanan ini sulit dijangkau mayoritas masyarakat. Dengan biaya proyek sekitar Rp 110 triliun, rasio biaya dan manfaat sosial terlihat timpang.

Selain itu, dari sisi investasi sosial, konsep ini menekankan penguatan kapasitas manusia, pendidikan, kesehatan, dan akses yang inklusif. Whoosh gagal memperluas akses kelompok rentan, bahkan menambah beban fiskal melalui utang dan subsidi.

Klaim manfaat sosial, seperti efisiensi waktu atau penurunan emisi, juga lemah. Studi life-cycle assessment menunjukkan pengurangan emisi baru terasa setelah puluhan tahun operasi, sedangkan beban sosial dan fiskal muncul sejak awal.

Secara makro, proyek ini lebih mencerminkan nasionalisme teknologi yang dibiayai utang, bukan inovasi sosial atau investasi sosial yang sesungguhnya. Keberlanjutan sosial memerlukan keseimbangan antara keadilan dan efisiensi, yang belum terlihat dalam implementasi Whoosh.

Kesimpulannya, klaim bahwa kereta cepat Jakarta–Bandung adalah investasi sosial tidak sepenuhnya terbukti. Proyek ini menghadirkan infrastruktur modern, tetapi manfaat sosial yang inklusif, berkelanjutan, dan partisipatif masih jauh dari realisasi. Investasi sosial sejati bukan soal kecepatan kereta, melainkan kemampuan negara menjangkau dan memberdayakan seluruh warganya. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA