Menkeu Purbaya: Proyek Whoosh Bukan Bisnis, Tapi Investasi

waktu baca 3 menit
Rabu, 29 Okt 2025 21:00 20 admincuitan

JAKARTA, Cuitan.idMenteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tidak semata-mata dibangun untuk mencari keuntungan finansial.

Ia menyebut, proyek strategis nasional ini memiliki misi lebih luas, yakni mendorong pengembangan kawasan (regional development) di sepanjang jalur yang dilalui kereta cepat tersebut.

“Pernyataan Presiden (Jokowi) ada benarnya, karena Whoosh memang membawa misi pengembangan wilayah juga,” ujar Purbaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Purbaya menilai, potensi ekonomi di kawasan sekitar jalur Whoosh masih belum tergarap maksimal. Ia berharap pemerintah dan pemerintah daerah dapat memperkuat pembangunan ekonomi di titik-titik pemberhentian kereta cepat.

“Mungkin ke depan, di sekitar stasiun Whoosh perlu dikembangkan pusat ekonomi agar dampak pertumbuhannya lebih terasa,” ujarnya.

Pernyataan Purbaya sejalan dengan pandangan Presiden Joko Widodo yang menegaskan bahwa proyek Whoosh bukan semata proyek bisnis, tetapi bagian dari investasi sosial jangka panjang.

Menurut Jokowi, pembangunan transportasi massal seperti Whoosh, MRT, dan LRT bertujuan untuk mengurangi kemacetan yang telah merugikan negara hingga lebih dari Rp100 triliun per tahun di kawasan Jabodetabek dan Bandung.

“Transportasi publik seperti Whoosh bukan diukur dari laba, tapi dari manfaat sosial, seperti efisiensi waktu, pengurangan polusi, dan peningkatan produktivitas,” kata Jokowi di Solo, Senin (27/10/2025).

Ia menambahkan, subsidi yang diberikan pemerintah untuk proyek transportasi publik bukanlah kerugian, melainkan bentuk investasi negara demi kenyamanan masyarakat.

Meski membawa manfaat sosial, proyek kereta cepat Whoosh juga menanggung beban finansial cukup besar. Berdasarkan data terakhir, total biaya proyek mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp120 triliun.

Sekitar 75 persen dari total tersebut dibiayai oleh China Development Bank (CDB) dengan bunga 2 persen per tahun dan tenor pinjaman 40 tahun.

Seiring perkembangan proyek, biaya meningkat akibat pembengkakan (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS dengan tambahan bunga hingga 3 persen per tahun.

Pinjaman tambahan digunakan untuk menutup biaya yang menjadi tanggungan konsorsium Indonesia sebesar 75 persen, sedangkan sisanya berasal dari penyertaan modal negara (PMN) melalui APBN.

Pemerintah Indonesia dan Tiongkok telah sepakat untuk merestrukturisasi utang proyek Whoosh dengan memperpanjang tenor hingga 60 tahun.

Meski demikian, Menkeu Purbaya menegaskan dirinya tidak terlibat langsung dalam proses restrukturisasi, karena hal tersebut merupakan urusan business to business antara Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan pihak terkait.

“Kalau mereka sudah sepakat secara bisnis, berarti bagus. Saya tidak ikut campur agar penyelesaiannya murni profesional,” ujarnya.

Purbaya menilai, pengelolaan utang sebaiknya dilakukan di bawah BPI Danantara yang juga membawahi sejumlah BUMN strategis seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dengan demikian, beban pembiayaan tidak langsung membebani APBN.

Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menyampaikan bahwa pemerintah tengah mencari opsi terbaik agar pembiayaan proyek tidak memberatkan PT KAI maupun keuangan negara.

“Kami sedang menyiapkan negosiasi dengan pihak kreditur dari China agar tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan,” jelas Dony di Jakarta.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, memastikan bahwa pemerintah China tetap mendukung keberlanjutan operasional Whoosh. “Selain aspek keuangan, manfaat publik dan dampak sosial proyek ini juga penting untuk dipertimbangkan,” kata Guo dalam konferensi pers di Beijing (20/10/2025).

Guo menambahkan, sejak beroperasi dua tahun lalu, Whoosh telah melayani lebih dari 11 juta penumpang dengan tingkat keselamatan tinggi dan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya.

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung menjadi tonggak penting dalam sejarah transportasi publik Indonesia. Meski menghadapi tantangan finansial, keberadaannya membuka peluang besar bagi pembangunan kawasan, pengurangan emisi, dan efisiensi mobilitas masyarakat.

Pemerintah berharap, ke depan proyek ini dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang seimbang bagi masyarakat dan negara. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA