SUNGAI PENUH, Cuitan.id — Ironis. Di tengah gencarnya kampanye pemerintah soal kesehatan dan lingkungan, warga Simpang Tiga Rawang, Kecamatan Hamparan Rawang, Kota Sungai Penuh justru harus berhadapan dengan ancaman paling dasar, yakni air kotor dari PDAM Tirta Khayangan.
Alih-alih menyehatkan, air yang keluar dari kran rumah warga kini menjadi sumber penyakit kulit dan gangguan pencernaan.
“Airnya keruh, kadang berwarna kecokelatan, bahkan menimbulkan gatal setelah mandi,” ujar Gilang Antoni, warga setempat, Sabtu (18/10/2025). Dilansir dari albrita.com.
Keluhan serupa datang dari Andika, yang menceritakan keluarganya mengalami gatal-gatal dan diare dalam beberapa minggu terakhir.
“Kami terpaksa beli air galon untuk minum. Tapi untuk mandi dan mencuci, tetap pakai air PDAM karena tidak ada pilihan lain,” ujarnya getir.
Hasil penelusuran lapangan mengungkap 48 dari 50 warga di wilayah tersebut mengalami gejala serupa. Dugaan kuat mengarah pada air PDAM Tirta Khayangan yang tercemar.
Sumber air PDAM diketahui berasal dari Sungai Batang Merao, yang kini menjadi muara limbah aktivitas galian C dan sampah rumah tangga dari wilayah Kabupaten Kerinci.
Limbah ini terbawa arus menuju titik penyedotan PDAM dan masuk ke sistem pengolahan yang disebut warga belum mampu menyaring limbah dengan baik.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah PDAM benar-benar melakukan uji kualitas air secara rutin?
“Kalau terus begini, kami khawatir anak-anak semakin sering sakit,” kata Gilang lagi.
Warga mendesak PDAM segera memperbaiki sistem filtrasi air dan membuka hasil uji laboratorium ke publik.
“Air itu kebutuhan pokok. Kalau kualitasnya buruk, maka pemerintah harus tanggung jawab. Jangan diam saja sementara warga menderita,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Masalah ini bukan sekadar soal teknis, tapi cermin lemahnya tata kelola air bersih di tingkat daerah.
Sumber air yang tercemar, pengolahan yang tak maksimal, serta kurangnya transparansi PDAM menunjukkan betapa longgarnya pengawasan pemerintah terhadap layanan publik paling vital: air bersih.
Warga kini menuntut langkah konkret, bukan janji. Mereka meminta:
“Kami tidak minta banyak. Cukup air bersih, itu saja. Karena air bukan kemewahan itu hak hidup warga,” pungkas salah satu tokoh masyarakat.
Krisis air bersih di Sungai Penuh ini seharusnya menjadi alarm bagi seluruh pemerintah daerah.
Air yang seharusnya menyehatkan kini justru membawa penyakit.
Jika PDAM dan pemerintah terus abai, maka tak lama lagi, warga bukan hanya kehilangan kepercayaan tapi juga kehilangan kesehatan. (*)
Tidak ada komentar