Jejak Dakwah Buya Karim Djamak di Masjid Hijau Sungai Penuh

waktu baca 3 menit
Jumat, 31 Okt 2025 22:00 45 admincuitan

SUNGAI PENUH, Cuitan.id – Setiap perayaan Idul Adha, Masjid Hijau di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, selalu dipadati ribuan jamaah dari berbagai daerah bahkan mancanegara. Masjid ini tidak hanya dikenal sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan dakwah organisasi Jam’iyyatul Islamiah (JmI) yang telah berkiprah lebih dari lima dekade.

Keberadaan Masjid Hijau memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kerinci. Selain sebagai simbol spiritual, masjid ini juga menyimpan sejarah panjang berdirinya organisasi dakwah Islam yang berpengaruh di wilayah tersebut.

Asal-usul Jam’iyyatul Islamiah

Organisasi Jam’iyyatul Islamiah (JmI) secara resmi berdiri pada Jumat, 12 Maret 1971 (14 Muharram 1391 H). Lembaga ini lahir dari gagasan ulama besar Kerinci, Buya K.H.A. Karim Djamak, bersama Mayor Min Harafat.

Sejak awal, organisasi ini mendapat dukungan moral dari ulama terkemuka Buya K.H. Amir Usman, yang menilai perlunya lembaga dakwah Islam yang bersifat non-politis dan fokus pada pembinaan umat.

Sosok Pendiri: Buya K.H.A. Karim Djamak

Buya K.H.A. Karim Djamak dikenal sebagai tokoh adat sekaligus ulama besar Kerinci. Pada usia 20 tahun (1926), beliau telah menerima gelar adat bergengsi:

“Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci.”

Sebagai figur sentral, beliau dipercaya menjadi Pembina Tunggal JmI, memimpin berbagai pengajian dan program dakwah hingga wafat pada 28 April 1996 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Sungai Penuh, tepat di samping Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiah, yang kini menjadi tempat ziarah bagi para jamaah.

Masjid Hijau: Simbol Dakwah dan Sejarah

Kini, Masjid Hijau atau Masjid Jam’iyyatul Islamiah menjadi markas utama organisasi tersebut. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat kegiatan sosial, pendidikan, dan dakwah masyarakat Sungai Penuh.

Setiap Idul Adha, ribuan jamaah berdatangan untuk berkurban, bersilaturahmi, dan berziarah ke makam para pendiri JmI. Aktivitas ini juga berdampak positif terhadap perekonomian warga sekitar — mulai dari hotel, penginapan, hingga pedagang musiman yang mendapat limpahan rezeki.

Dampak Ekonomi Saat Idul Adha

Salah satu pemilik hotel di kawasan Masjid Hijau, Ten, pemilik Hotel Masgo, mengaku jumlah tamu melonjak drastis menjelang Idul Adha.

“Alhamdulillah semua kamar penuh. Bahkan sudah dibooking jauh hari sebelum puasa oleh jamaah dari Palembang dan daerah lain,” ujarnya.

Kunjungan jamaah dari berbagai daerah ini menjadi berkah tahunan bagi pelaku usaha lokal, sekaligus memperkuat peran Sungai Penuh sebagai destinasi religi di Jambi.

Warisan Dakwah yang Terus Hidup

Lebih dari lima puluh tahun sejak berdirinya, Jam’iyyatul Islamiah tetap eksis dan berpengaruh dalam pengembangan dakwah Islam di Kerinci. Masjid Hijau menjadi simbol iman, persaudaraan, dan warisan spiritual yang diwariskan oleh para ulama terdahulu.

Bagi masyarakat, berkunjung ke Masjid Hijau saat Idul Adha bukan sekadar beribadah, tetapi juga mengenang perjuangan para pendakwah yang telah menanamkan nilai-nilai Islam di Tanah Kerinci. (Tim/ Berbagai Sumber)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA